Selasa, 06 Mei 2014



Upaya pengembangan dan struktur pertahanan sangat terkait dengan kondisi keuangan negara.
Kekuatan pertahanan Indonesia kini sudah tidak bisa dianggap remeh. Setidaknya hal itu bisa dilihat dari kekuatan alutsista dan kekuatan militernya di kawasan Asia. Menurut lembaga analisis militer Global Firepower, kekuatan Indonesia kini berada di urutan 15 dunia sejak Juni 2013.

Sebelumnya, tahun 2011, Indonesia masih berada di peringkat 18 besar dunia. Untuk kawasan Asia Pasifik, Indonesia tercatat sebagai negara terkuat nomor 7, jauh di atas Malaysia (33) dan Singapura (47).
Penambahan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dibeli Kementerian Pertahanan membuat TNI makin "bergigi" di darat, laut, dan udara. Pembangunan kekuatan pertahanan memang sebuah keharusan.Semakin kuat, canggih, modern, efektif, dan efisien alutsista serta kekuatan militer suatu negara, menunjukkan kuatnya pertahanannya. Demikian pula, kemajuan alutsista sangat berpengaruh terhadap pertahanan suatu negara. Alutsista bahkan bisa berpengaruh terhadap kedudukan suatu negara dalam diplomasi politik internasional.
Kekuatan pertahanan kita juga harus terus diperkuat karena kondisi geografis wilayah Indonesia dengan jumlah sebaran pulau dan sebaran penduduk yang luas dan potensi ancaman keamanan nasional yang tinggi.Contohnya pelanggaran wilayah perbatasan darat, gangguan keamanan di laut dan pelanggaran wilayah yurisdiksi laut, pemanfaatan ruang udara nasional secara ilegal, dan upaya-upaya penguasaan wilayah Indonesia oleh negara lain.Upaya pengembangan postur dan struktur pertahanan sangat terkait dengan kondisi keuangan negara. Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Tahun 2010–2014, terurai berbagai permasalahan di bidang pertahanan. Untuk postur pertahanan misalnya, keterbatasan keuangan negara dan skala prioritas pembangunan berdampak pada masih rendahnya anggaran pertahanan.
Pada awal RPJMN 2004-2009, alokasi anggaran pertahanan sebesar 1,1 persen PDB, tetapi dalam pelaksanaannya justru menunjukkan penurunan. Dalam tiga tahun terakhir belanja pertahanan berturut-turut 0,92 persen PDB (2007); 0,70 persen PDB (2008); dan 0,63 persen PDB (2009).
Menurut Buku Putih Pertahanan (Dephan, 2008) dalam rangka mewujudkan minimum essential force dalam 2-3 tahun mendatang total anggaran pertahanan diharapkan dapat mencapai di atas 1 persen dari PDB dan selanjutnya meningkat menjadi minimal 2 persen dari PDB dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan.
Pengeluaran anggaran pertahanan negara kita, masih jauh di bawah negara negara di kawasan Asia Tenggara. Negara dengan wilayah terluas dan penduduk terbesar di Asia Tenggara justru anggaran milternya hanya 0,7 persen dari PDB atau hanya menduduki urutan ketujuh.
Menurut laporan Bank Dunia dan SIPRI (2012), selama 2000-2012, persentase PDB untuk anggaran militer negara Asia Tenggara masing masing adalah Singapura mencapai 4,3 persen PDB; Brunei Darussalam 3,2 persen; Vietnam 2,2 persen; Malasyia 2,0 persen; Thailand 1,4 persen; dan Filipina 1,4; serta Indonesia berada dalam posisi terendah mencapai 0,7 persen dari PDB.Berdasarkan rata rata jumlah anggaran yang dikeluarkan sesuai dengan laporan yang dikeluarkan oleh SIPRI, pada periode 2000-2011, Singapura mengalokasikan US$ 7,5 miliar sehingga menempati peringkat pertama. Jumlah anggaran Indonesia hanya nomor empat terbesar, yakni US$ 3,7 miliar setelah Malasyia sebesar US$ 3,8 miliar, dan Thailand US$ 3,7 miliar.Dilihat dari total anggaran yang disediakan, Singapura juga menjadi yang terbesar dengan angka total US$ 70,2 miliar pada periode 2003-2011. Indonesia di posisi ketiga sebesar US$ 36 miliar setelah Malasyia US$ 38 miliar.Dilihat dari pengeluaran untuk sektor pertahanan, tampak jelas bahwa Singapura ingin membangun kekuatan militer yang mumpuni bahkan serius membangun hegemoni militer di Asia Tenggara.
Bahkan dengan alokasi anggaran militernya yang tinggi terhadap PDB, telah menempatkan negara mungil di Asia Tenggara tersebut termasuk negara yang sangat militeristis. Singapura berada dalam posisi kedua setelah Israel sebagai negara paling militeristis di dunia berdasarkan indeks militerisasi global (GMI).Bagaimana dengan pengeluaran anggaran militer negara di Asia lainnya? Untuk membandingkan hal ini, contoh paling konkret adalah China, negara paling pesat dalam modernisasi kekuatan militer di Asia.Hal ini bisa dilihat dari anggaran pertahanan China yang meningkat signifikan. Dalam tahun 2013, China yang berencana untuk meningkatkan anggaran pertahanan sebesar 10,7 persen menjadi 720.200.000.000 yuan atau sekitar US$ 115.700.000.000 pada 2013. Anggaran tersebut juga setara dengan 66 persen APBN Indonesia pada 2013 yang ditetapkan Rp 1.683 triliun.
Menurut laporan lembaga konsultan pertahanan dan keamanan IHS Jane’s (Juni 2013) China diperkirakan meningkatkan anggaran pertahanan sebanyak 64 persen menjadi US$ 207 miliar pada 2021, dibandingkan dengan India dan Indonesia yang masing-masing diperkirakan menaikkan anggaran sebesar 54 persen dan 113 persen, menurut studi tersebut.Negara-negara ini ingin membangun industri-industri pertahanan yang tumbuh subur dan mampu mengembangkan peralatan modern seperti jet tempur dan pesawat induk, dan mungkin mengekspor “alat-alat kelas dunia” yang menyaingi Barat dalam kurun satu dekade.Berdasarkan laporan rancangan anggaran pada Kongres ke-12 Rakyat Nasional China, peningkatan anggaran tersebut akan difokuskan untuk memodernisasi sistem informasi militernya, dan menjaga keamanan nasional serta menjamin kelangsungan hidup masyarakat.
Meskipun anggaran pertahanan China ini meningkat dari tahun sebelumnya, tapi sebenarnya merupakan sedikit mengalami penurunan, mengingat pada 2012 naik 11,6 persen dan tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 12,7 persen. Pada 2012, China menghabiskan anggaran sekitar US$ 103,3 miliar untuk pertahanan dan militernya atau naik sekitar 11,6 persen dari tahun sebelumnya.Anggaran pertahanan China pada 2011 ialah US$ 119,8 miliar. Pada 2015, anggaran akan dinaikkan dua kali lipat menjadi US$ 238,2 miliar atau naik 18,75 persen per tahun dalam kurun waktu tersebut.
Kenaikan anggaran untuk tahun 2015 itu melampaui semua anggaran dari 12 negara di Asia Pasifik, yang diperkirakan mencapai total US$ 232,5 miliar. Kisaran anggaran China itu setara empat kali belanja pertahanan Jepang pada tahun yang sama. China tampaknya ingin memperkuat pertahanannya melampaui negara-negara lain.
Maka sebab itu kebutuhan negara dalam membeli dan membuat alat persenjataan haruslah di dukung oleh negara tersebut,karna fungsinya juga sangat dibutuhkan bagi suatu negara dalam menjaga kedaulatan negaranya,dan mempunyai perangkat-perangkat mesin perang memang harus di perbanyak,dengan adanya persenjataan (alutsista) tersebut negara bisa jadi aman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar