BUDAYA
DEMOKRASI DI INDONESIA
Demokrasi diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan
dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica)
dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan
saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.
Demokrasi Indonesia pasca kolonial,
kita mendapati peran demokrasi yang makin luas. Di zaman Soekarno, kita
mengenal beberapa model demokrasi. Partai-partai Nasionalis, Komunis bahkan
Islamis hampir semua mengatakan bahwa demokrasi itu adalah sesuatu yang ideal.
Bahkan bagi mereka, demokrasi bukan hanya merupakan sarana, tetapi demokrasi
akan mencapai sesuatu yang ideal. Bebas dari penjajahan dan mencapai
kemerdekaan adalah tujuan saat itu, yaitu mencapai sebuah demokrasi. Oleh
karena itu, orang makin menyukai demokrasi.
Demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dapat dikatakan adalah Demokrasi Liberal. Dalam sistem Pemilu mengindikasi sistem demokrasi liberal di Indonesia antara lain sebagai berikut.
Demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dapat dikatakan adalah Demokrasi Liberal. Dalam sistem Pemilu mengindikasi sistem demokrasi liberal di Indonesia antara lain sebagai berikut.
1.Pemilu multi partai yang diikuti oleh sangat banyak
partai. Paling sedikit sejak reformasi, Pemilu diikuti oleh 24 partai (Pemilu
2004), paling banyak 48 Partai (Pemilu 1999). Pemilu bebas berdiri sesuka hati,
asal memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan KPU. Kalau semua partai diijinkan
ikut Pemilu, bisa muncul ratusan sampai ribuan partai.
2.Pemilu selain memilih anggota dewan (DPR/DPRD), juga
memilih anggota DPD (senat). Selain anggota DPD ini nyaris tidak ada guna dan
kerjanya, hal itu juga mencontoh sistem di Amerika yang mengenal kedudukan para
anggota senat (senator).
3.Pemilihan Presiden secara langsung sejak 2004. Bukan
hanya sosok presiden, tetapi juga wakil presidennya. Untuk Pilpres ini,
mekanisme nyaris serupa dengan pemilu partai, hanya obyek yang dipilih berupa
pasangan calon. Kadang, kalau dalam sekali Pilpres tidak diperoleh pemenang
mutlak, dilakukan pemilu putaran kedua, untuk mendapatkan legitimasi suara yang
kuat.
4.Pemilihan pejabat-pejabat birokrasi secara langsung
(Pilkada), yaitu pilkada gubernur, walikota, dan bupati. Lagi-lagi polanya
persis seperti pemilu Partai atau pemilu Presiden. Hanya sosok yang dipilih dan
level jabatannya berbeda. Disana ada penjaringan calon, kampanye, proses
pemilihan, dsb.
5.Adanya badan khusus penyelenggara Pemilu, yaitu KPU
sebagai panitia, dan Panwaslu sebagai pengawas proses pemilu. Belum lagi tim
pengamat independen yang dibentuk secara swadaya. Disini dibutuhkan birokrasi
tersendiri untuk menyelenggarakan Pemilu, meskipun pada dasarnya birokrasi itu
masih bergantung kepada Pemerintah juga.
6.Adanya lembaga surve, lembaga pooling, lembaga
riset, dll. yang aktif melakukan riset seputar perilaku pemilih atau calon
pemilih dalam Pemilu. Termasuk adanya media-media yang aktif melakukan
pemantauan proses pemilu, pra pelaksanaan, saat pelaksanaan, maupun paca
pelaksanaan.
7.Demokrasi di Indonesia amat sangat membutuhkan modal
(duit). Banyak sekali biaya yang dibutuhkan untuk memenangkan Pemilu.
Konsekuensinya, pihak-pihak yang berkantong tebal, mereka lebih berpeluang
memenangkan Pemilu, daripada orang-orang idealis, tetapi miskin harta.Akhirnya,
hitam-putihnya politik tergantung kepada tebal-tipisnya kantong para politisi.
Semua ini dan indikasi-indikasi
lainnya telah terlembagakan secara kuat dengan payung UU Politik yang direvisi
setiap 5 tahunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem demikian telah
menjadi realitas politik legal dan memiliki posisi sangat kuat dalam kehidupan
politik nasional.Pesta demokrasi yang kita gelar setiap 5 tahun ini haruslah
memiliki visi kedepan yang jelas untuk membawa perubahan yang fundamental bagi
bangsa Indonesia yang kita cintai ini, baik dari segi perekonomian, pertahanan,
dan persaiangan tingkat global. Oleh karena itu, sinkronisasi antara demokrasi
dengan pembangunan nasional haruslah sejalan bukan malah sebaliknya demokrasi
yang ditegakkan hanya merupakan untuk
pemenuhan kepentingan partai dan sekelompok tertentu saja.
Jadi, demokrasi yang kita
terapkan sekarang haruslah mengacu pada sendi-sendi bangsa Indonesia yang
berdasarkan filsafah bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Dari pengalaman masa lalu bangsa
kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut
demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun
dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum
membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging.
Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai
demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara.
Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh
nilai-nilai demokrasi
Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa
sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai
demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang
menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di
praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang
dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu
masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita
sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar