PENCEMARAN
LINGKUNGAN KARNA AIR DETERJEN
Detergen
adalah pembersih sintetis campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan kimia. Dibanding dengan
sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih
baik. Kebersihan merupakan salah satu faktor penting bagi kesehatan masyarakat.
Untuk menjaga kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal serta tempat umum dibutuhkan
produk pembersih atau sabun cuci yang dapat diandalkan. Ibu rumah tangga, rumah
sakit, sarana umum lain hingga hotel berbintang lima pasti menjadikan produk
yang satu ini sebagai bagian kehidupan sehari-hari untuk mencuci pakaian maupun
peralatan rumah tangga.Bahan-bahan kimia yang terkandung dalam deterjen adalah surfaktan,builder,zeolite,filler,bahan
antiredeposisi,aditif.bahan-bahan tersebut sangatlah berbahaya jika tercemar di
alam,bahkan akan berakibat fatal nantinya.
Detergen
merupakan salah satu polutan air yang harus dihilangkan atau diminimalisir
penggunaannya. Risiko deterjen yang paling ringan pada manusia berupa iritasi
(panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan
langsung dengan produk. Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk deterjen
yang beredar saat ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi
iritasi/terluka, penggunaan produk penghalus apalagi yang mengandung pewangi,
justru akan membuat iritasi kulit semakin parah. Dalam jangka panjang, air
minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai salah satu
penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan
menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk
senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat
mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit
(dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses
klorinasi. Saat ini, instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi
pengolahan air limbah industri belum mempunyai teknologi yang mampu mengolah
limbah deterjen secara sempurna.
Kerugian
lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan.
Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi.
Eutrofikasi menimbulkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan
menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat
beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik karena diketahui lebih
bersifat alkalis dengan tingkat keasaman (pH) antara 10 – 12.
BAHAYA DETERJEN TERHADAP
KESEHATAN MANUSIA DAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Kemampuan
deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau
objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi
dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan
peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya
manfaat penggunaan deterjen sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Tanpa
mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus
diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak
negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari
pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai
pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Umumnya
deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian/laundry merupakan deterjen
anionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada deterjen anionik sering
ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti golongan ammonium kuartener
(alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated
trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa jenis surfaktan seperti
sodium lauryl sulfate (SLS), sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl
benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk
senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat
menyebabkan kanker (Widiyani, 2010).
Senyawa
sodium lauryl sulfate (SLS) diketahui menyebabkan iritasi pada kulit,
memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.
Pembuangan
limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya, mengandung
tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai
untuk digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air
lainnya. Selain itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ
pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang
kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Ikan membutuhkan air yang
mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million).
Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang
kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila
sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian
besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan
nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar
oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti
ikan, udang dan kerang akan mati (Widiyani, 2010).
Keberadaan
busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara dan
air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan
menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian
(Ahsan, 2005).
Selain
itu pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk ini
berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan
organik lanjutan oleh bakteri anaerob.
SOLUSI MENANGANI MASALAH
LIMBAH DETERJEN
Sebagai
alternatif, telah dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai pengganti
fosfat (builder) dalam deterjen karena fosfat dapat menyebabkan pengkayaan
unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air, sehingga badan air
kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang
berlebihan dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan
sekitarnya.
Teknik
pengolahan detergen dapat dilakukan menggunakan berbagai macam teknik misalnya
biologi yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi, adsorpsi
karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi dan teknik penampungan dalam bak yang
murah dan efektif.
Bagi
pemilik usaha binatu/laundry dapat melakukan upaya pemilihan deterjen dengan
kandungan fosfat yang rendah serta mengelola limbah deterjen secara sederhana
dengan pembuatan bak penampungan khusus, atau dengan penambahan arang aktif.
Penggunaan
deterjen seminimal mungkin. Untuk mencegah dampak lebih parah diperlukan
kesadaran konsumen agar hanya memilih produk deterjen ramah lingkungan.
Deterjen ramah lingkungan dapat dilihat dari logo pada kemasan produk deterjen,
walaupun untuk membuktikan produk tersebut benar-benar ramah lingkungan harus
melalui uji laboratorium. Konsumen juga dapat meminimalikan pemakaian deterjen
karena pemakaian dalam kadar kurang atau maksimal sama dengan takaran yang
dianjurkan sudah cukup.
Meluruskan persepsi masyarakat bahwa deterjen
yang menghasilkan busa melimpah mempunyai daya cuci yang baik adalah tidak
benar. Untuk merubah persepsi tersebut, diperlukan partisipasi baik dari pihak
konsumen maupun produsen. Di satu pihak, konsumen harus tahu bahwa tidak ada
kaitan antara daya cuci dan busa melimpah. Di lain pihak, produsen seharusnya
tidak lagi menggunakan ‘busa melimpah’ dalam mempromosikan produknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar