Setiap harinya, oli/minyak pelumas bekas dihasilkan dari
berbagai macam kegiatan antara lain perbengkelan, mesin/alat berat dan kegiatan
industri lainnya. Bagi orang awam mungkin bertanya-tanya dikemanakan oli bekas
itu? Melihat banyaknya bengkel, yang ada di Provinsi DIY saja bisa terbayangkan
berapa jumlah limbah oli bekas yang dihasilkan, belum termasuk oli bekas dari mesin-
mesin proses produksi. Sesuai dengan Tabel 1 Lampiran I Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999, pelumas bekas termasuk Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dari sumber yang tidak spesifik.Penampungan limbah oli menyisakan efek negatif karena sudah
merusak air tanah. Limbah oli bekas masuk
kategori bahan berbahaya beracyn (B3).
"Penampungan oli
bekas boleh saja, hanya saja harus ada
izin dan analisi dampak lingkungan (AMDAL). Sesuai amdal, tempat penampungan
limbah semestinya dilakukan pembetonan untuk lantai, dan pagar beton yang
tinggi. Pembetonan lantai agar tumpahan oli tak langsung meresap ke dalam tanah
yang berakibat merusak air.
Pengelolaan
oli/minyak pelumas bekas tidak bisa dilakukan dengan sembarangan karena sudah
jelas disebutkan oli termasuk limbah Bahan Berbahaya Beracun yang tentu saja
berbahaya bila terpapar pada makhluk hidup. Disebutkan dalam Pasal 1 PP
Nomor 18 Tahun 1999 bahwa pengelolaan limbah B3, termasuk di dalamnya minyak
pelumas bekas adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah
B3. Reduksi limbah B3 merupakan suatu kegiatan pada
penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah
B3 sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. Penyimpanan adalah
kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan atau pengumpul
dan atau pemanfaat dan atau pengolah dan atau penimbun limbah B3 dengan maksud
menyimpan sementara.Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan
mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan
sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan atau pengolah dan atau
penimbun limbah B3.Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan
pemindahan limbah B3 dari penghasil dan atau ke pengumpul, dan atau dari
pemanfaat dan/atau dari pengolah ke pengumpul dan atau ke pemanfaat dan atau ke
pengolah dan atau ke penimbun limbah B3. Pemanfaat limbah B3 adalah
suatu kegiatan perolehan kembali (recovery) dan atau penggunaan kembali (reuse)
dan atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi
suatu produk uang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan
kesehatan manusia. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk
mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan atau
mengurangi sifat bahaya dan sifat racun. Penimbunan limbah B3 adalah
suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan
maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Di samping
itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun
2009, tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, bahwa pengelolaan limbah B3 yang meliputi pengangkutan, penyimpanan
sementara, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan wajib dilengkapi
dengan izin.
Tata
Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas diatur
dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996. Pada pasal 3 disebutkan
persyaratan bangunan bagi pengumpul minyak pelumas bekas :
Memiliki
fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran dan peralatan komunikasi.
Konstruksi
bangunan disesuaikan dengan karakteristik pelumas bekas.
Lokasi
tempat pengumpulan bebas banjir.
Sedangkan
persyaratan bangunan pengumpulan:
Lantai
harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang, kuat dan
tidak retak.
Konstruksi
lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan maksimum
1%.
Bangunan
harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas bekas.
Rancang
bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat mencegah
terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau pengumpulan
Bangunan
dapat diberi dinding atau tanpa dinding dan apabila bangunan diberi dinding
bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.
Gambar
1. Perusahaan Pengumpul Oli Bekas di Kasihan, Bantul, sedang proses izin ke
KNLH
Pada
kenyataannya, pengelolaan oli bekas belum bisa sesuai dengan PP No 18 Tahun
1999 dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009. Saat
ini sudah banyak pengepul/pengumpul oli bekas yang mengumpulkan oli/pelumas
bekas dari bengkel-bengkel dan kegiatan industri kecil, namun sebagian besar
belum memiliki izin baik izin pengumpulan maupun izin pengangkutan. Kebanyakan
pengepul oli ini akan mengirimkan oli yang mereka kumpulkan ke pihak ketiga.
Seandainya pihak ketiga ini akan mengolah/memanfaatkan oli bekas tersebut, maka
pihak ketiga tersebut harus memiliki izin pemanfaatan.
Berdasarkan
PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian oli bekas mulai dari
pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sepenuhnya berada pada
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Hal ini berarti pengumpul
oli/minyak pelumas bekas di seluruh Indonesia harus mengurus perizinannya di
pusat. Kenyataan di lapangan menunjukkan pengumpul oli bekas skala kecil
menyatakan keberatan dan kesulitan jika harus mengurus perizinan di Jakarta
karena biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Akhirnya pengumpul oli skala
kecil ini memilih tidak usah memiliki izin yang penting kegiatan mereka
bisa tetap berjalan.
Seiring
dengan menjamurnya bengkel kendaraan terutama di Provinsi DIY, diperlukan
tindakan segera untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan akibat oli/minyak
pelumas bekas. Limbah oli bekas seharusnya ditampung dalam Tempat Penampungan
Sementara limbah B3 (TPS Limbah B3) sebelum diambil oleh pihak ketiga
(pengumpul oli bekas yang berizin). Diharapkan pihak bengkel/penghasil oli
bekas juga memiliki komitmen tinggi terhadap lingkungan sehingga ada kesadaran
untuk melakukan pengelolaan limbah B3 tersebut. Dan tentunya pihak pemerintah
daerah dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup harus mendukung dengan
program yang sesuai, misalnya pendampingan/bimbingan teknis pengelolaan limbah
oli bekas kepada bengkel-bengkel, bisa dimulai dari bengkel skala besar, baru
kemudian dilanjutkan bengkel skala menengah dan skala kecil.
Gambar 2. Tempat
sampah di salah satu bengkel mobil besar di DIY sudah dipisahkan menurut jenis
sampahnya. Ember berwarna merah khusus untuk limbah B3.
(Gambar2
dokumentasi Subbid Dalcem Air, Tanah dan B3, Tahun 2011)
Terima
Kasih Sumber :
www.google.com
http://blh.jogjaprov.go.id/2012/07/pengelolaan-oliminyak-pelumas-bekas/
http://ilhamnurfajar13.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar