Senin, 18 Januari 2016


A         ETIKA PROFESI DOKTER

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll.  Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.
Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.
Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.
Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan – tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.
            Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.
            Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :
1.      Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan
2.      Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit,hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.




B         LARANGAN UNTUK DOKTER
        
1.      Memuji diri sendiri
2.      Perbuatan atau nasehat yang melemahkan daya tahan pasien .
3.      Mengumumkan dan menerapkan teknik yang belum diuji kebenarannya.
4.      Melepaskan kemandirian proesi karena pengaruh tertentu.

C         PELANGGARAN ETIKA PROFESI KEDOKTERAN
            Pelanggaran etik murni

1.      Memuji diri sendiri
2.      Pelayanan diskriminatif
3.      Kolusi dengan perusahaan farmasi.
4.      Tidak mengikuti pendidikan berkesenambungan.
5.      Mengabaikan kesehatan sendiri.
6.      Menarik imbalan jasa tidak wajar.
7.      Mengambil alih asien tanpa persetujuan sejawat.

D         PELANGGARAN ETIKOLEGAL
1.   Menerbitkan keterangan palsu
2.   pelecehan sexsual
3.   membocorkan rahasia pasien
4.   melakukan tindakan medic tanpa indikasi
5.   melakkan tindakan medis yang bertentangan dengan hokum
6.   pelayanan kedokteran dibawah standart.

E         UPAYA MENCEGAH PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI
a.   Klausul penundukan pada undang-undang

Setiap undang-undang mencantumkan dengan tegas sanksi yang diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian, menjadi pertimbangan bagi warga, tidak ada jalan lain kecuali taat, jika terjadi pelanggaran berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi yang cukup memberatkan atau merepotkan baginya. Ketegasan sanksi undang-undang ini lalu diproyeksikan dalam rumusan kode etik profesi yang memberlakukan sanksi undang-undang kepada pelanggarnya.

2)Dalam kode etik profesi dicantumkan ketentuan: “Pelanggar kode etik dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan undang- undang yang berlaku “.

b.Legalisasi kode etik profesi

1)Dalam rumusan kode etik dinyatakan, apabila terjadi pelanggaran, kewajiban mana yang cukup diselesaikan oleh Dewan Kehormatan, dan kewajiban mana yang harus diselesaikan oleh pengadilan.

2)Untuk memperoleh legalisasi, ketua kelompok profesi yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat agar kode etik itu disahkan dengan akta penetapan pengadilan yang berisi perintah penghukuman kepada setiap anggota untuk mematuhi kode etik itu.
3)Jadi, kekuatan berlaku dan mengikat kode etik mirip dengan akta perdamaian yang dibuat oleh hakim. Apabila ada yang melanggar kode etik, maka dengan surat perintah, pengadilan memaksakan pemulihan itu.

Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi:

a.Sanksi moral
b.Sanksi dikeluarkan dari organisasi

F          KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

Merupakan pedoman bagi dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran.Tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.Kode Etik Kedokteran Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Indonesia.Dan sebagai bahan rujukan yang dipergunakan pada saat itu adalah Kode Etik Kedokteran Internadional yang telah disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar Ikatan Dokter Sedunia ke 22, yang kemudian disempurnakan lagi pada MuKerNas IDI XIII, tahun 1983.

G         KEWAJIBAN UMUM

Pasal1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter
.
Pasal2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standard profesi yang tertinggi.

Pasal3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal6
Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya..

Pasal7a
Seorang dokter harus, dalam setiappraktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang ( compassion ) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dansejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal7c
Seorang dokter harus menghormati hak hak pasien, hak hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk insani.

Pasal8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar benarnya.

Pasal9
setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

H         KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien.Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

I           KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

J          KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

K         Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 17
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik

Pasal 18
Setiap dokter hendaklah senantiasa megnikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur.

L         PENUTUP

Pasal 19
Setiap dokter harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkannya dalam pekerjaan sehari-hari. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) hasil Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran II demi  untuk mengabdi kepada masyarakat Bangsa dan Negara.

Sumber  :
academic manual book2007-2008 faculty of medicine universitas gadjah mad-page 91